Penerimaan Perpajakan 2017 Tertinggi Selama Pemerintahan Jokowi

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan perpajakan yang terdiri dari pajak dan bea cukai sepanjang 2017 telah mencapai 91 persen dari target. Hal ini merupakan realisasi tertinggi sepanjang masa pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, penerimaan perpajakan mencapai Rp 1.339,8 triliun pada 2017. Angka ini mencapai 91 persen dari target di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017 yang sebesar Rp 1.450,9 triliun.

Menurut dia, realisasi penerimaan perpajakan ini merupakan yang tertinggi dibandingkan dua tahun sebelumnya. Pada 2015, penerimaan perpajakan hanya tercapai 83,3 persen, sedangkan pada 2016 hanya sebesar 83,5 persen.

“Ini merupakan penerimaan tertinggi sejak tiga tahun terakhir, yaitu mencapai 91 persen,” ujar dia di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (2/1/2018).

Rinciannya, PPh migas sebesar Rp 50,3 triliun atau 120,4 persen dari target di APBNP dan tumbuh 39,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Adapun kontribusi dari pajak nonmigas mencapai Rp 1.097,2 triliun, dengan rincian PPh nonmigas Rp 595,3 triliun atau 80,2 persen dari target, pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 478,4 triliun atau 100,6 persen dari target, pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar Rp 16,8 triliun atau 108,9 persen dari target, dan pajak lain sebesar Rp 6,7 triliun atau 77,5 persen dari target.

“Jadi momentum luar biasa tingginya. Hal ini menunjukkan penerimaan perpajakan dalam APBN kita telah menunjukkan tren makin sehat dan menopang kita untuk menjaga APBN yang sehat dan kredibel,” kata dia.

Dari kepabeanan dan cukai berkontribusi terhadap pendapatan negara sebesar Rp 192,3 triliun atau 101,7 persen dari target dan tumbuh 7,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Rinciannya, cukai sebesar Rp 153,3 triliun atau 100,1 persen dari target, bea masuk sebesar Rp 35 triliun atau 105,1 persen dari target dan bea keluar sebesar Rp 4 triliun atau 149,9 persen dari target.

“Pencapaian tersebut didukung oleh membaiknya kinerja cukai, meningkatnya ekspor, komitmen pemerintah mengendalikan barang dengan negative externality, dampak positif program penertiban importir berisiko tinggi (PIBT), dan program penertiban cukai berisiko tinggi (PCBT) yang diluncurkan pada pertengahan Juli 2017,” ujar dia.

Penerimaan Pajak Capai 88 Persen pada 2017

Realisasi sementara penerimaan pajak pada 2017 mencapai Rp 1.097,2 triliun. Angka ini sekitar 88,4 persen dari target penerimaan pajak yang dipatok sebesar Rp 1.283,6 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBNP) 2017.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, dari penerimaan tersebut, PPh nonmigas masih berkontribusi paling besar, yaitu Rp 595,3 triliun atau 80,2 persen dari target. Namun, pertumbuhannya pada tahun ini lebih -5,5 persen dari tahun sebelumnya.

“PPh nonmigas tumbuh negatif disebabkan oleh tingginya penerimaan tax amnesty di 2016,” ujar dia di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa, 2 Januari 2018.

Sementara untuk pajak pertambahan nilai (PPN) tercatat sebesar Rp 478,4 triliun atau 100,6 persen dari target dan tumbuh 16 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

“Pertumbuhan PPN atau PPnBM sebesar 16 persen mengindikasikan jika konsumsi masyarakat atau daya beli masih cukup kuat,” kata dia.‎

Sementara untuk pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar Rp 16,8 triliun atau 108,9 persen tapi tumbuh -13,7 persen. Kemudian pajak lain sebesar Rp 6,7 triliun atau 77,5 persen dari target, atau tumbuh -16,8 persen.

“Untuk 2017 yang kami sampaikan nota keuangan dan waktu itu dalam situasi kami tax amnesty, memang targetnya walaupun cukup tinggi tapi kami bisa mencapai mendekati 90 persen,” ungkap dia.

Adapun untuk 2018, lanjut Sri Mulyani, pihaknya akan lebih berhati-hati dalam menggenjot penerimaan pajak. Menurut dia, upaya untuk menggenjot penerimaan pajak pada tahun ini diharapkan tidak membuat tekanan bagi perekonomian.

“Kami hati-hati di 2018, dengan adanya shortfall berarti implisit target penerimaan 2018 lebih tinggi, yaitu kalau tidak salah (pertumbuhannya) di bawah 10 persen, menjadi di atas 15 persen. Ini tantangan kami. Tanpa membuat ekonomi menjadi tertekan,” ujar dia.

Sumber : www.cnnindonesia.com  (Jakarta, 2 Januari 2018)
Foto : www.cnnindonesia.com

Comments

comments